logo

on . Hits: 1544

MEMBANGUN FIGUR PEMIMPIN PERADILAN AGAMA

Semua jabatan dalam birokrasi memerlukan syarat dan kulifikasi teknis.  Demikian pula seorang pemimpin yang sangat menentukan jalannya roda organisasi, sudah pasti memerlukan syarat dan kualifikasi tertentu.

Syarat pengangkatan pimpinan di lingkungan Peradilan Agama, antara lain diatur dalam pasal 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009.   Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa untuk diangkat menjadi ketua dan wakil Ketua Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama, antara lain syaratnya adalah bertaqwa, sarjana, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.          

Syarat-syarat tersebut mirip dengan syarat-syarat kepemimpinan yang dikemukakan Syekh Muhamad al Mubarak dalam bukunya Nizam al Islam, yaitu: mempunyai aqidah yang benar, memiliki wawasan ilmu yang luas, berakhlak mulia dan mempunyai kecakapan manajerial.

Syarat-syarat tersebut tidak ada yang membantah kebenarannya, tetapi itu masih dalam tataran dunia ideal.   Sekarang kalau kita menoleh ke dunia nyata, rasanya patut kita bertanya : Apakah semua pimpinan Peradilan Agama yang sudah mendapat SK itu telah memenuhi kualifikasi seperti tersebut di atas?  Menurut Penulis, jawabannya ada dua,  ada yang telah memenuhi, tetapi masih banyak juga yang belum.   Contoh kongkritnya, ada sebagian yang berhasil menjadi pimpinan Pengadilan Agama berdasarkan ambisi, sehingga menempuh cara-cara ‘PDKT’ dan cari muka.  Model pimpinan Pengadilan Agama seperti ini, jelas tidak memenuhi kualifikasi taqwa dan aqidah yang benar.  Ada pula pimpinan Pengadilan  yang terlalu hobby pulus (lihubbil khairi la syadid) sehingga anggaran untuk keperluan kantor tidak tepat sasaran.  Model pimpinan seperti ini, tentu tidak sesuai dengan syarat taqwa dan  jujur. Tetapi, kalau tidak memenuhi syarat kenapa bisa jadi pimpinan?  Itu masalah tersendiri yang memang perlu dicarikan soslusi, tapi tidak di makalah ini.

  1. Kriteria Pimpinan Peradilan Agama yang Baik dan Sukses

                                                                         

Ada beberapa kriteria di mana seorang pimpinan dipandang baik dan berhasil.                                                                      

  1. Ketika seorang pimpinan dicintai dan dihormati oleh staf dan bawahannya. Bagaimana supaya staf dan bawahan cinta, hormat dan menghargai pimpinannya?  Tentu tergantung pada sikap dan perilaku pimpinan yang bersangkutan.

Ada beberapa kiat untuk mewujudkan hal tersebut.  Pertama, Pimpinan Peradilan Agama harus menunjukkan semangat untuk berkorban bagi kepentingan staf dan bawahan.  Jadi tidak hanya staf dan bawahan yang dituntut berkorban, tetapi pimpinan pun harus memberi contoh.  Tidak berkhianat terhadap amanah jabatan yang diembannya, merupakan contoh pengorbann seorang pimpinan,  karena pengkhianatan terhadap jabatan hanya akan membawa instansi yang dipimpinnya pada kehancuran. 

        Contoh lain, Pimpinan Pengadilan Agama harus berusaha dekat dan bertegur sapa kepada para staf dan bawahannya.   Pimpinan Peradilan Agama tidak selayaknya menonjolkan adanya jarak antara dirinya sebagai bos dan yang lain sebagai bawahan.

        Kedua, Pimpinan Peradilan Agama hendaknya tidak hidup bermewah-mewah di tengah-tengah keterbatasan para staf dan bawahannya.  Pimpinan Peradilan Agama harus dapat lebih berempati terhadap kondisi kehidupan para karyawan.   Bukan sebaliknya, justru menggerogoti hak-hak staf dan bawahan.

        Ketiga, meminimalisir kecurigaan karyawan dengan cara-cara : memenuhi hak-hak pegawai, saling tausiyah/menasehati, memperbaiki silaturrahim, membangun kebersamaan dan tolong menolong serta menjauhi akhlak dan perbuatan yang tidak terpuji.

  1. Pimpinan Pengadilan Agama yang mau menampung aspirasi   Termasuk dalam hal ini, siap dan mau menerima saran dan usul, bahkan keritikan dari para karyawan.

Pimpinan Pengadilan Agama yang seperti ini biasanya suka berdiskusi dan bermusyawarah dengan para pegawai dengan memprogramkan diskusi berkala guna membahas terutama masalah-masalah tehnis peradilan.  Dengan demikian, permasalahan-permasalahan tehnis yang muncul dapat disikapi dengan segera dan secara bersama.                                        

Di Pengadilan Agama yang dipimpin oleh pimpinan seperti ini, keterbukaan dan transparansi akan tercipta, sehingga sumbatan-sumbatan pemikiran, ngomel-ngomel dan cerita miring di antara pegawai dapat ditekan dan diminimalisir.  Bahkan para pegawai akan menaruh rasa hormat dan simpati terhadap pimpinannya.

Tetapi dalam praktek, ada pimpinan Pengadilan  yang tidak suka berdiskusi, sehingga banyak persoalan-persoalan teknis yang muncul tanpa mendapat perhatian bersama guna mencari solusinya.   Pimpinan Pengadilan yang seperti ini juga cenderung tertutup, tidak transparan, terutama dalam masalah keuangan, sehingga berpotensi munculnya prasangka buruk, kecurigaan dan cerita miring di antara para pegawai.

  1. Pimpinan Pengadilan yang selalu bermusyawarah. Seorang pimpinan, selain harus siap menerima saran dan kritikan, juga harus mempraktekkan budaya musyawarah.  Musyawarah bisa dilakukan dengan orang-orang tertentu guna membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang akan diambil misalnya, atau masalah-masalah lain yang dipandang perlu. 

         Jika musyawarah, saling bertukar pikiran dan pendapat berjalan dengan baik, maka para pegawai akan termotivasi, karena mereka merasa dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.  Jadi dengan budaya musyawarah, terdapat unsur penghargaan yang tersirat dari seorang pimpinan, karena mau menerima masukan-masukan dari para pegawai.

          Seorang cleaning service misalnya, meskipun pekerjaannya hanya sebagai cleaning service, tetapi jika ia mengetahui urgensi pekerjaannya, karena selalu diperhatikan, diarahkan dan didekati oleh pimpinan, maka tugas-tugasnya akan dikerjakan dengan baik dan tanggung jawab.

          Tetapi dalam prakteknya, ada pimpinan Pengadilan yang ogah bermusyawarah.   Jangankan bermusyawarah, pertemuan dengan para pegawai pun jarang dilakukan.  Dan kalaupun ada musyawarah/pertemuan, maka pendapat dan pendirian pimpinan saja yang terus dipertahankan.  Bagaimana bisa terwujud cita-cita dan harapan Pak Bagir Manan (Ketua MA periode ....) kalau Pengadilan dipimpin oleh orang-orang seperti ini?                                                           

  1. Pimpinan Pengadilan yang tegas dan konsisten. Sikap tegas dan konsisten harus dimiliki oleh setiap pimpinan Pengadilan Agama.  Sikap pimpinan yang demikian, akan melahirkan kepastian dan harmonisasi dalam pelaksanaan kebijakan dan tugas-tugas yang ada.

Pimpinan Pengadilan Agama yang tidak tegas akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada tataran operasional, di mana pegawai merasa ragu dalam menjalankan pekerjaannya.  Sebagai contoh, ketika terjadi beda pendapat dalam masalah tehnis administrasi, maka pimpinan Pengadilan harus mengambil keputusan tegas mana yang harus dipilih dan diterapkan.

Sikap tegas harus dibarengi dengan sikap konsisten.  Sebab pimpinan yang tidak konsisten, di samping akan berpengaruh negative pada tataran operasional kinerja pegawai, juga pimpinan yang bersangkutan akan dinilai sebagai pimpinan yang plin plan dan tidak punya pendirian.

  1. Pimpinan Pengadilan Agama Harus Mampu Memotivasi Pegawai.

 

Motivasi adalah dorongan dalam diri sesorang untuk bekerja.  Inti pemberian motivasi adalah agar tumbuh kesadaran dalam diri para pegawai.  Oleh karena itu, adalah menjadi tugas pimpinan untuk menumbuhkan kesadaran diri pada karyawan bahwa bekerja merupkan kebutuhan dan akan bernilai ibadah jika dilakukan dengan tulus dan sungguh-sungguh.  Jika kesadaran dan pemahaman seperti ini telah tertanam dalam diri para pegawai, maka mereka secara otomatis akan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara baik dan benar.

         Ada beberapa hal yang perlu dimotivasi oleh pimpinan Pengadilan Agama terhadap para pegawai, yaitu :

  1. Motivasi untuk meningkatkan semangat (etos) kerja dan kualitas kinerja pegawai.

          Semangat kerja pegawai harus selalu didorong dan ditumbuhkan oleh pimpinan pengadilan.  Caranya macam-macam. Misalnya, memberi pengertian kepada para pegawai bahwa : (1) bekerja itu adalah ibadah/berpahala, (2) melalaikan tugas adalah dosa/neraka, (3) tidak disiplin dan malas masuk kantor termasuk korupsi (waktu), (4) jika malas kerja dan malas masuk kantor tanpa alasan  (sah), tetapi terima gaji penuh berarti korupsi juga, karena mengambil yang bukan haknya.   Atau juga dengan memberi insentif serta memperhatikan kesejahteraan pegawai.

  1. Memotivasi unsur pengetahuan, wawasan dan keterampilan karyawan.

     

Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan karyawan tidak hanya bisa dimotivasi dengan melanjutkan ke jenjang belajar secara akademik/formal, tetapi juga dengan mendorong mereka untuk terus belajar dengan banyak membaca (memanfaatkan perpustakaan kantor), baik menyangkut bidang tugasnya maupun pengetahuan lainnya.  Demikian pula motivasi untuk meningkatkan keterampilan pegawai, pimpinan pengadilan tidak hanya menunggu proyek Diklat dari pusat dan daerah, tetapi harus kreatif dengan, misalnya, mengadakan DDTK (Diklat Di Tempat Kerja), baik secara intern maupun dengan melibatkan tenaga dari luar.

      Tetapi dalam praktek, ada pimpinan pengadilan yang dalam hal ini pasif dan hanya menunggu kucuran proyek dari atas.

  1. Memotivasi unsur ibadah/spiritual karyawan.

Kegiatan ibadah/spiritual pegawai tidak boleh disepelekan oleh pimpinan pengadilan.  Bahkan boleh dikatakan motivasi pimpinan dalam hal ini merupakan prioritas.  Kenapa?  Karena orang yang rajin dan baik ibadahnya, cenderung rajin dan bertanggung jawab pula terhadap tugas-tugas dan pekerjaannya.  Sebaliknya, orang yang malas ibadahnya, tugas dan pekerjaannya pun cenderung dilalaikan.  Jadi target motivasi dalam kegiatan ibadah ini adalah tumbuhnya kesadaran dalam diri pegawai bahwa segala aktifitas kita tidak terlepas dari intaian dan pengawasan Allah SWT.  Artinya, bahwa kalau kita bekerja dengan baik dan tanggung jawab, selain akan dapat pahala juga kita tercatat sebagai hamba yang soleh.  Tetapi jika sebaliknya, sudah pasti dapat dosa dan tercatat sebagai hamba  yang melampaui batas(mu’tadin).

  1. Memotivasi unsur kejujuran karyawan.

                                                                             

Di Negeri ini, kejujuran sudah merupakan barang langka dan terancam punah.  Makanya banyak terjadi korupsi, suap, pungli dan penyimpangan jabatan lainnya.  Oleh karenanya, pimpinan di Pengadilan Agama harus mempunyai andil besar guna membangun dan melestarikan sikap jujur ini.

Untuk itu, rasanya patut kita mengapresiasi pernyataan-pernyataan Pak Bagir Manan, seperti :

“Gantungkanlah cita-cita setinggi-tingginya dengan bekerja keras dan tekun, memelihara kejujuran dan integritas, dan menanamkan dalam lubuk hati terdalam bahwa jabatan adalah sebuah amanah dan kehormatan yang harus dijunjung tinggi serta jalanilah semua tugas tanpa cacat dan cela”.   

“Bangunlah sikap, lurus, jujur, berusaha selalu melakukan yang terbaik dalam melaksanakan tugas, jauhi perbuatan tercela yang akan menjadi cacat diri, keturunan dan korp kita”.

Tetapi mampukah seorang pimpinan pengadilan memotivasi bawahannya untuk berlaku jujur, kalau dirinya sendiri bengkok dan merupakan pelaku ketidakjujuran?  Untuk itulah, Pak Bagir Manan dalam setiap kesempatan selalu memberi warning kepada para pimpinan pengadilan agar menjadi teladan dan contoh, seperti pernyataan beliau : 

“Ada beberapa pimpinan pengadilan yang kurang responsif terhadap upaya pembinaan dan pengawasan yang menjadi tugasnya”, penyebabnya antara lain karena “Ketua-ketua pengadilan itu sendiri merupakan sumber/bagian dari masalah”.

“Mari kita jadikan pengadilan steril dan kebal dari segala perbuatan tercela yang menjadikan lembaga kita mendapat cerca dan hinaan.  Untuk itu, kepada semua pimpinan pengadilan agar benar-benar menjadi teladan kepemimpinan yang baik”.

“Khusus kepada pimpinan pengadilan saya perlu menekankan kembali,  jangan sekali-kali saudara-saudara bermasalah, apalagi menjadi sumber masalah”.

  1. Penutup

           Demikian tulisan ini Penulis akhiri tanpa kesimpulan dengan harapan pembaca berkenan menyimpulkannya sendiri dan memberi masukan dan saran atas kekhilafan dan ketidaksempurnaannya. Mudah-mudahan tulisan ini ada manfaatnya bagi cita-cita dan harapan kita semua untuk terwujudnya badan peradilan Indonesia yang bermartabat, terhormat dan dihormati. Aamiin.

*Hakim pada Pengadilan Tinggi Agama Ambon

                                                                      

                                                          KEPUSTAKAAN 

  • Memulihkan Peradilan Yang Berwibawa dan Dihormati (Pokok-pokok Pikiran Bagir Manan Dalam Rakernas).
  • Manajemen Sumber Daya Manusia, Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah.
  • Pedoman Praktis Tehnis Peradilan, Drs. Khamimudin, MH.
  • Manajemen Syari’ah Dalam Praktik, KH.Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung.
  • Manajemen Motivasi, Ishak Asep dan Hendri Tanjung.
  • Nizam al Islam, Syekh Muhammad Mubarak.

Hubungi Kami

Pengadilan Tinggi Agama Ambon

Jl. Raya Kebun Cengkeh Batumerah Atas Ambon - 97128

Telp: (0911) 341171

Fax:  (0911) 355296

Website : www.pta-ambon.go.id

Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.